Rabu, 21 Januari 2009

Kekuasaan

Kekuasaan

Kekuasaan begitu melenakan. Memberikan daya pikat dan daya ikat seperti candu. Bisa serta merta mendatangkan kebendaan. Setiap yang memegang kekuasaan hampir tidak ada yang ikhlas untuk melepaskannya. Apalagi memberikan secara percuma kepada orang lain.

Kalau bisa mereka yang memegang kekuasaan akan berupaya dengan segala hal, baik dengan jalan yang dibenarkan atau tidak akan tetap mempertahankannya mati-matian. Bahkan di zaman yang serba digital seperti sekarang ini tak sedikit orang-orang yang menempuh jalan yang tidak masuk akal, tahayul, dan mistis untuk mengekalkan kekuasaannya.

Tak mengherankan bila kebanyakan dari kita begitu bernafsu mempunyai syahwat yang tinggi untuk mendapatkan dan menggenggam kekuasaan. Syahwat ini sudah semakin merajalela di seluruh lapisan masyarakat, menjangkiti hati. Memang sebetulnya sah-sah saja. Hanya rasanya ada yang tidak pas pada bangsa Indonesia terhadap gejala ini. Yang dikedepankan keinginan syahwat berkuasa untuk mengejar materi kebendaan bukan budaya kerja keras untuk melakukan perbuatan yang produktif.

Semenjak reformasi, segala hal jadi terbuka. Apa saja jadi boleh. Siapa saja boleh dan berhak bersuara bahkan mendapatkan kekuasaan. Namun, banyak juga dari kita yang kadang-kadang tidak mengukur kapasitas pribadi. Bahkan kurang tahu diri. Lantang bersuara walaupun kadang-kadang tanpa makna. Sibuk mengejar kekuasaan sampai-sampai lupa pekerjaan yang utama. Yang jadi penguasa pun meski sudah jelas-jelas diberi kekuasaan bisa saja lupa. Lebih senang memikirkan bagaimana mempertahankan kekuasaanya ke depan daripada membuktikkan kepada pemberi kuasanya bahwa memang ia layak diberi kuasa lagi. Makanya yang nampak adalah tebar pesona.

Syahwat berkuasa ini juga terjadi pada para militer, pengusaha, pendidik, konsultan, akademi, hingga para ulama atau rohaniawan yang semestinya tetap menjadi cermin bangsa. Tiba-tiba juga berlomba-lomba ingin berkuasa. Masyarakat yang seharusnya dibimbing dan dibina ditinggalkannya. Disambangi kalau ada maunya dan hanya dimobilisasi dan diarahkan untuk mendukungnya. Para akademisi demikian juga, berlomba-lomba memberikan pelayanan ilmunya hanya untuk menyenangkan para pengejar kekuasaan. Yang semestinya netral bisa saja berubah menjadi berpihak.

Bila gejala seperti ini terus terjadi, baik di pusat maupun di daerah, apa jadinya bangsa ini kelak? Kekuasaan menjadi impian dan kebendaan menjadi tujuan. Padahal tidak semua hidup itu transaksional. Dan hidup itu tidak semata-mata merebut atau mengejar kekuasaan. Begitu banyak yang masih bisa kita kerjakan selain mengejar kekuasaan atau kebendaan. Sebaliknya, dengan melakukan perbuatan mulia sudah pasti Tuhan akan mengganjar hidup kita dengan kebahagiaan dan juga kebendaan.

Buat apa memegang kekuasaan bila tidak memberikan kemanfaatan buat yang memberi kuasa. Lebih baik memberikan kekuasaan tersebut pada orang-orang yang memang mampu memegang kekuasaan untuk keadilan dan kemakmuran bagi semua yang memberikan kuasa. Karena hidup itu tidak semata-mata mengejar kekuasaan, berbuat untuk sesama boleh jadi lebih mulia.

Yang Muda Yang Berbuat

Yang Muda Yang Berbuat

MASALAH bangsa terus mendera seolah tak habis-habis. Namun kita tak boleh putus asa. Kita harus tetap berusaha dan berkarya agar bangsa ini lepas dari kesulitan. Salah satu solusinya: mendorong anak muda untuk berwirausaha. Merekalah yang akan menjadi generasi mandiri dan berkemampuan menciptakan lapangan pekerjaan.

Sebenarnya bangsa ini banyak mempunyai pemuda yang bertalenta tinggi. Mereka masih muda, pintar, produktif dan siap bersaing tak hanya di dalam negeri, melainkan juga di luar negeri. Bangsa yang memiliki sumber daya potensial ini tak seharusnya terpuruk. Bersama generasi muda inilah bangsa akan berubah ke arah yang lebih baik.

Majalah Business Week tahun ini membuat daftar 25 Pengusaha Belia Asia Terbaik. Alhamdulillah, ada dua anak muda Indonesia yang masuk dalam daftar pengusaha belia Asia. Kedua anak itu adalah Raden Ari Sudrajat dan Herryanto Siatono. Keduanya masih berusia 30 tahun, namun prestasinya layak diperhitungkan. Kedua anak muda ini besar bukan karena fasilitas tapi karena kreativitas dan adanya jiwa wirausaha yang tinggi.

Raden Ari Sudrajat adalah seorang CEO Braincode Solution, sebuah perusahaan content provider yang ia dirikan bersama dua orang temannya. Bermodal hutangan 41 juta pada tahun 2005 ia memulai bisnis ini di sebuah rumah kontrakan di Pondok Gede. Kini Braincode memiliki 80.000 pelanggan aktif dari total 200.000 pelanggan yang menggunakan jasanya. Prestasi Braincode tak sedikit, salah satunya mobile comic-nya meraih penghargaan sebagai konten terbaik dari PT Telkomsel. Berikutnya game teka-teki silang yang ia ciptakan juga mendapatkan anugerah terbaik. Kini, Braincode mampu menyewa kantor sendiri di gedung di Kawasan Kuningan dengan mempekerjakan 22 orang karyawan. Tahun ini juga, Braincode akan membuka kantor cabang di Qatar dan Singapura. Proyeksinya tahun 2009 Braincode sudah bisa go public untuk mengembangkan usahanya.

Sedangkan prestasi Herryanto Siatono juga tak main-main. Anak muda kelahiran Tanjung Balai, Medan ini mendirikan Pluit Solution di Singapura. Pluit Solutions membuat situs www.bookjetty.com yang melayani pecinta buku di seluruh dunia dan memungkinkan orang untuk mencari buku serta membuat katalog pribadi. Situs yang ia buat ini terhubung dengan 300 perpustakaan di sepuluh negara yaitu; Amerika Serikat, Kanada, Australia, Selandia Baru, Singapura, Hong Kong, Taiwan, Irlandia, dan Afrika Selatan. Kejagoan anak muda ini juga terbukti juara kedua di ajang perlombaan Xtrema Apps yang diadakan Information Technology Standards Committee, Singapura. Kini Pluit Solutions tak hanya mengembangkan bookjetty saja, juga melayani pembuatan web untuk perusaaan menengah di Amerika dan Singapura.

Melihat potensi anak muda yang sedemikian besar, seluruh komponen bangsa ini mulai pemimpin, pejabat, politisi, dan pihak swasta bersatu padu untuk mendorong dan memfasilitasi anak-anak muda untuk berkarya, berwirausaha, agar lapangan tenaga kerja tercipta dan martabat bangsa terangkat. Ayo, berusaha dan berkarya!